Curhat Penjual Seragam Sekolah di Pasar Rau Kota Serang, Sepi Pembeli dan Harus Bersaing dengan Pedagang Online
SAAT libur akhir sekolah semester genap biasanya masyarakat akan berburu seragam sekolah baru untuk memasuki tahun ajaran baru. Namun, kali ini serbuan masyarakat untuk berburu seragam masih terasa sepi di Pasar Induk Rau, Kota Serang, Banten.
Saat ini siswa sekolah dasar hingga menengah sudah memasuki libur semester genap sembari menunggu tahun ajaran baru tahun 2024/2025. Masa-masa itulah yang akan dimanfaatkan baik oleh siswa maupun orangtuanya untuk memburu seragam sekolah baru.
Menyusuri lorong Pasar Induk Rau, melewati berpuluh-puluh kios pedagang. Mulai dari pedagang kelontong hingga pedagang seragam sekolah. Tampak Ahmad Faturohman sedang menunggu pembeli yang akan menghampiri kiosnya. Entah hanya sekedar bertanya-tanya soal harga maupun membeli seragam sekolah baru untuk tahun ajaran baru.
Namun sayang, penjualan seragam sekolah di kios milik Faturohman tak seramai dulu ketika belanja online belum merambah ke segala lini perdagangan.
“Penurunan drastis sejak ada (belanja) online. Biasanya kalau libur sekolah udah rame, sekarang belum ada gebrakan,” katanya di Pasar Induk Rau, Kamis, (20/06/2024).
Lihat juga Banyak Lubang, Jalan Alternatif Banjaragung – Cipocok Jaya Kota Serang Dikeluhkan Warga
Biasanya sebelum bersaing dengan marketplace, Faturohman dapat meraup pundi-pundi rupiah hingga Rp20 juta dalam satu haru dari penjualan seragam sekolah saat libur tahun ajaran baru. Namun, saat ini jika ramai pembeli ia hanya mampu mendapatkan Rp10 juta. Saat sepi, ia hanya mampu mendapatkan penghasilan sebesar Rp300.000-500.000.
“Tergantung umur, kalau semakin besar (ukurannya) semakin mahal. Buat SD biasa satu stel celana dan baj Rp100.000, SMP Rp120.000, dan SMA RP125.000,” sebutnya.
Hingga saat ini, Faturohman menceritakan bahwa omzet penjualan seragam untuk sekolah setiap tahunnya mengalami penurunan yang cukup signifikan. Salah satu faktor penyebabnya yaitu adanya platform belanja online.
Faturohman bukan tidak mau membuka toko di platform digital, akan tetapi kemampuan untuk membuka toko di platform digital saat ini belum ia miliki. Sehingga sampai saat ini masih bertahan dengan berjualan secara konvensional.
“Nggak buka karena gabisa caranya gimana,” imbuhnya.
Pedagang seraga sekolah di kios lainnya bernasib yang sama. Itu dialami Heriyah, penjual seragam sekolah yang sama-sama berjualan di Pasar Induk Rau namun di blok pasar yang berbeda.
Heriyah tampak sibuk membereskan pakaian sekolah di kiosnya dengan ditemani sang suami. Namun, ia mengakui penurunan omzet pendapatan ia rasakan semenjak keberadaan penjualan secara daring.
“(Pembeli) agak kurang tahun ini dari tahun kemarin,” katanya.
Padahal, ungkap Heriyah, meskipun membeli seragam sekolah di toko daring tergolong lebih murah. Tetapi membeli seragam secara langsung jauh lebih memuaskan.
Karena Heriyah memperbolehkan pembeli untuk menajajal pakaian yang hendak dibeli agar sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan.
“Online katanya lebih murah, tapikan kalau di online gabisa dicoba, kalau di sini bisa dicoba (sebelum membeli),” tambahnya.
Ditulis Ukat Saukatudin