Polusi Udara Harus Ditanggulangi Berkelanjutan dengan Penegakan Hukum, Ini Penjelasan Ombudsman RI
JAKARTA – Untuk mengatasi polusi udara, Ombudsman RI meminta pemerintah untuk melakukan pengawasan yang kontinyu di seluruh pembangkit listrik yang beroperasi di Indonesia. Ombudsman akan segera menyerahkan hasil Rapid Assessment (Kajian Cepat) berdasarkan pemeriksaan di lapangan dan pelaksanaan focus group discussion (FGD).
Dalam siaran pers Ombudsman RI, Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto dalam FGDIndonesia Dalam Kepungan Polusi dan Bagaimana Solusinya? yang digelar secara hybrid di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (21/9/2023), mengatakan, polusi udara selain terjadi di wilayah Jabodetabek, berdasarkan laman Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Minggu (10/9/2023) pukul 06.00 WIB terungkap bahwa 10 provinsi dengan kualitas udara terburuk yakni Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Lampung, Kalimantan Selatan, Banten, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau.
Data itu, menurut Hery, menunjukkan bahwa masalah polusi udara bukan hanya permasalahan di Jabodetabek, karena factor-faktor penyebab termasuk kebakaran hutan dan lahan mengakibatkan kualitas udara memburuk. “Oleh karena itu perlu penanganan yang komprehensif terkait dengan permasalahan polusi udara dengan mengidentifikasi secara tepat penyebabnya pada setiap wilayah,” ujar Hery.
Lihat juga Andi Ony Prihartono Jadi Pj Bupati Tangerang, Apa Tugas dari Presiden
Terkait polusi udara di wilayah Indonesia, khususnya Jabodetabek, Ombudsman ingin memastikan bahwa pemerintah dan unsur-unsur terkait mengambil langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikannya, dengan melakukan upaya mitigasi dan penegakan hukum agar dampak polusi udara tidak berkepanjangan.
Disebutkan dalam siaran per situ, Ombudsman RI melalui Keasistenan Utama V telah melakukan tinjauan lapangan ke beberapa lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yaitu PLTU Suralaya, Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Marunda-Cilincing, PLTU Cikarang Babelan, dan Stockpile Batubara di KBN Tanjung Priok. Langkah ini merupakan bagian dari metode kajian cepat Ombudsman RI.
Pada kunjungan Ombudman RI ke lokasi PT KBN dan PT KCN Marunda, pada 30 Agustus 2023 yang lalu, untuk memastikan bahwa tidak ada operasional aktifitas batubara kedua perusahaan tersebut.
“Kami mendapat informasi bahwa kedua PT tersebut dihentikan operasionalnya sebab belum memenuhi dokumen lingkungan atau AMDAL. Selain itu terdapat keluhan warga akibat pencemaran polusi udara di area Stockpile Batubara kedua PT tersebut,” jelas Hery.
Pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah melalui KLHK yang sudah menertibkan kedua PT tersebut. Hery memberikan catatan, bahwa perusahaan stockpile batubara itu selama menjalankan kegiatan wajib memiliki Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang lengkap. Diperlukan evaluasi secara berkala, menyeluruh, dan sistematis.
Sementara pada kunjungan ke pembangkit listrik, Hery menegaskan bahwa selain harus menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, Ombudsman meminta pemerintah untuk melakukan pengawasan yang kontinyu di seluruh pembangkit listrik yang beroperasi di Indonesia.
Ombudsman RI menyampaikan saran perbaikan kepada pemerintah dalam mengatasi polusi di antaranya di lini hulu pemerintah perlu melakukan penanganan alih teknologi yang ramah lingkungan dengan secara bertahap meninggalkan penerapan PLTU batubara ke energi baru terbarukan. Implementasi Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pasca Tambang dengan menghijaukan kembali areal pasca tambang, serta memperluas ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan.
“Di lini tengah, pemerintah perlu terus melakukan uji emisi kendaraan, mengurangi BBM fosil termasuk pertalite yang rendah oktan dan polutif. Salah satunya implementasi transportasi massal dengan memperluas ekosistem Electrifying Vehicle (EV) atau kendaraan listrik. Penerapan EV masih lambat dan belum masif termasuk kendaraan dinas dan operasional instansi pemerintah pusat dan daerah melalui kendaraan listrik. Sayangnya, di lini hilir belum ada solusi untuk pengolahan limbah baterai dari kendaraan listrik,” pungkas Hery. (red)